Catatan
Proses Mimpi Partini
Oleh: Roci
Marciano
Mimpi
partini adalah mimpi seorang anak tentang masa depan kota Yogyakarta
di mana cinta saya juga telah membaur bersama Yogya, sebagai seorang
anak rantau bahkan sudah menjadi diaspora di kota yogya ini, tentu
suatu kehormatan bagi saya untuk terlibat dan ikut andil untuk
memikirkan masa depan Yogyakarta di era berikutnya. Naskah ini
menyimbolkan peristiwa masa depan Yogya dengan apik, sehingga layak
untuk menjadi pemikiran bersama, agar tidak terjadi penyesalan untuk
kesekian kalinya, karena toh pada kenyataannya apa yang telah di
ramalkan oleh naskah ini telah sama-sama kita rasakan dampaknya.
Dalam
proses mimpi partini, juga saya merasakan seperti bermimpi di
dalamnya, bahkan sesungguhnya tidak pernah saya memesan mimpi seperti
ini sebelum tidur, latihan tiga kali dalam seminggu, mau tidak mau,
tidak bisa secara intens dilaksanakan, berhubung masing-masing
individu telah memiliki kesibukan dan tanggungjawab yang berbeda-beda
sebelumnya, untung saja sebelum masuk dalam proses ini sudah di
komunikasikan sebelumnya, dan berharap sutradara mengambil kebijakan
atas keputusan sikap yang akan ditentukannya, secara tidak langsung
saya siap untuk tidak dipekerjakan sebagai actor jika memang karena
kesibukan pekerjaan tersebut takut menghambat proses mimpi partini
ini sebagaimana mestinya.
Tapi
suatu kebanggaan juga ketika sang Sutradara memberikan kepercayaan
untuk saya terlibat dalam proses ini dan mendapatkan peran sebagai
The Avenger, Kapten Amerika, senang rasanya ketika mendapatkan peran
ini, karena memang belum pernah bermimp untuk jadi orang Amerika
sebelumnya, hanya saja sebagai seseorang yang maniak akan film. Film
super hero juga menjadi satu dari sekian banyak film yang ikut
dinikmati selama ini, namanya juga mimpi akhirnya mimpi menjadi super
heropun terwujud dalam proses ini (bahagia).
Sebagai
catatan suatu proses teater, perlu rasanya diri ini memberi saran
kepada tim produksi yang belum kompak, juga factor komunikasi di
lapangan yang masih terhambat pada persoalan teknis etis. Banyak
pertanyaan yang muncul kemudian, dalam proses ini, tentang tim yang
belum menguasai materi, begitu juga dengan pemahaman keilmuan teater,
sebab mau tidak mau teater telah menjadi satu cabang ilmu yang
dipelajari oleh umat manusia di dunia ini, nah dialog keilmuan ini
yang belum pernah tercipta bahkan tidak terdengar sama sekali, baik
itu secara konseptual maupun secara metode dalam penyampaian materi
teater. Zaman telah berganti, bukankah kita tidak bisa menolak
kenyataan itu, tempat pengaduan manusia secara ilmu bahkan begitu
dekat dan murah saat ini, apabila figure tidak bisa menjadi tauladan
sebagai figure, tentu saja akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
yang miris dan ironis, namanya juga mimpi anggap saja semua yang
terjadi disini cuma mimpi, begitulah hati ini yang terkadang
menyadarkan diri dari setiap gejolak dalam proses ini. Terimakasih,
MARI BERMIMPI.
Komentar
Posting Komentar